Pulang

Juni 05, 2017






“Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya.”
Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan , untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.

Si Babi Hutan itulah sebutannya. Orang-orang terdekat memanggilnya Bujang. Nama aslinya Agam tapi hanya orang tuanya yang tahu. Si Babi Hutan adalah jagal nomor satu di Keluarga Tong. Keluarga Tong adalah sekelompok gangster dari daerah Sumatera. Mereka menguasai dari satu daerah ke daerah lain sampai akhirnya mereka bisa pindah ke ibu kota dan dapat memperluas daerah kekuasaan mereka. Bagaimana seorang Bujang bisa bergabung dengan Keluarga Tong itulah yang menarik.

Kakek Bujang juga adalah seorang jagal begitu juga dengan Bapaknya, Samad. Sedangkan Ibu Bujang bernama Midah berasal dari keluarga pesantren. Sebelum menikah, Samad adalah anggota keluarga Tong. Namun karena kakinya sekarang lumpuh karena suatu pertarungan Samad memutuskan untuk berhenti. Hubungan mereka ditentang oleh keluarga Midah yang membuat mereka harus terusir dari kampung dan hidup di pinggiran. Suatu hari pimpinan Keluarga Tong yang disebut Tauke Muda datang ke rumah Samad. Dia mengajak Bujang yang saat itu masih berusia lima belas tahun untuk pergi berburu babi hutan. Melihat kemampuan Bujang yang dapat mengalahkan seekor babi hutan raksasa, membuat Tauke Muda ingin membawa bujang ikut bersamanya. Setelah perdebatan antara Ibu dan Bapak Bujang akhirnya Bujang ikut bersama Tauke Muda. Ibunya tak bisa berbuat apa-apa karena Bujang sendiri ingin ikut dengan Tauke Muda. Meskipun melepas Bujang dengan tangis, Midah membuat sebuah janji untuk anaknya. “Kau boleh melupakan Mamak, kau boleh melupakan seluruh kampung ini. Melupakan seluruh didikan yang Mamak berikan. Melupakan agama yang Mamak ajarkan diam-diam jika Bapak kau tidak ada dirumah. Mamak tahu kau akan jadi apa di kota sana. Tapi apapun yang akan kau lakukan disana, berjanjilah Bujang, kau tidak akan makan daging babi atau daging anjing. Kau akan menjaga perutmu dari makanan haram dan kotor. Kau juga tidak akan menyentuh tuak dan segala minuman haram. Agar besok lusa, jika hitam seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik putih dan semoga itu berguna. Memanggilmu pulang.”


Begitulah Bujang menjadi bagian dari keluarga Tong. Namun Bujang mempunyai otak yang pintar, karena itu Tauke Muda tak menjadikannya tukang pukul seperti yang lain. Tauke Muda menyekolahkannya setinggi mungkin agar Bujang dapat mengelola bisnis gelap keluarga Tong. Namun karena Bujang keras kepala, Bujang tetap ingin belajar bertarung dan menjadi tukang pukul seperti ayah dan kakeknya. Sesuai kesepakatan akhirnya Bujang menjalani belajar di sekolah saat pagi dan juga bertarung saat pulang sekolah. Sampai tumbuh dewasa sekalipun Bujang tak pernah pulang ke rumah meskpun Tauke Muda menawarkannya. Bahkan ketika ibu dan bapak Bujang tiada, Bujang tetap tak pulang.  Bujang yang terkenal tak punya takut perlahan dinding keberaniannya semakin menipis karena kehilangan bapak, ibu dan juga Tauke Muda. Namun justru melalui keterpurukannya itulah Bujang menemukan jalan untuk kembali pulang.

You Might Also Like

0 komentar